KRITERIA RISET YANG BAIK
Untuk mendapatkan hasil dari suatu penelitian atau riset yang baik dam memuaskan semua pihak, maka perlu dibuat dengan sifat kriteria sebagai berikut :
1. Obyektif / Objektif / Akurat
Pastikan hasil riset adalah hasil terbaik yang dapat dipercaya, dapat diandalkan, teliti, cermat dan akurat sesuai dengan tujuan penelitian atau riset.
2. Tepat Waktu
Usahakan penelitian dapat rampung sesuai dengan jadwal perencanaan waktu yang telah dibuat, yaitu tidak kelamaan dan tidak kecepetan. Penyelesaian setiap tahap dan langkah dalam pelaksanaan penelitan sebaiknya tidak keluar dari yang telah direncanakan.
3. Relevan
Hasil penelitian atau riset dapat menjawab pertanyaan masalah yang dihadapi dan dapat menjadi bahan informasi acuan untuk pihak-pihak yang membutuhkannya.
4. Efisien
Gunakan dana pelaksanaan riset atau penelitian dengan penuh tanggung jawab. Sesuaikan dana yang telah dianggarkan dengan kondisi di lapangan, dan jangan sampai melewati batas yang telah ditentukan. Dari sisi waktu dan tenaga juga sebaiknya digunakan seefisien mungkin.
Penelitian atau riset yang baik akan memiliki nilai yang baik pada kriteria pada 4 point di atas. Hasil yang kurang pada satu atau lebih faktor kriteria akan dapat membuat penelitian menjadi tidak valid.
Potret Penelitian di Indonesia
Sesungguhnya penelitian sangat penting dalam menentukan maju serta berkembang tidaknya suatu Negara.Ketua LIPI menyatakan bahwa hal ini akan sangat jelas jika kita melihat negara berkembang seperti Cina, India, dan Pakistan (Kompas 10 September 2003).
Presiden kita pada dasarnya meminta para ilmuwan untuk memikirkan, mengapa bangsa kita dahulu mampu membangun Borobudur? Mengapa kita dahulu bisa dan tercatat, mengapa sekarang tidak? Tampaknya Presiden kita kurang menerima informasi betapa pimpinan negara berkembang seperti Cina begitu getolnya mendukung penelitian.
Gambar 1. Rendahnya jumlah publikasi riset dari Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga (Terry Mart,UI)
“Amerika di bawah pemerintahan Barack Obama baru mulai fokus dan sudah mengalokasikan dana sekitar 28, 9 persen untuk riset bioteknologi” (LIPI, www.forumsdm.org).
“Akibat kurangnya daya serap dana insentif bagi periset dan perekayasa tahun 2009, pemerintah memutuskan mengurangi alokasi anggaran dana riset hingga 39 persen untuk tahun 2010” (KOMPAS, 19 Oktober 2009).
“Sumber daya manusia Indonesia belum siap bekerja dengan sistem yang baik serta lemahnya dukungan infrastruktur. “Metode, peralatan, penghargaan yang kurang, koordinasi, dan banyak hal” (Gunawan Setyo Prabodo, LAPAN).
Suatu paper dikatakan berkualitas jika semakin banyak orang lain yang karya papernya mengacu pada paper tersebut. Topcite Olympics 2004 menempatkan Amerika Serikat sebagai negara yang paling banyak menghasilkan paper yang berkualitas (paling banyak diacu oleh paper lain).
Faktor Penyebab Sulitnya Perkembangan Penelitian di Indonesia (Penelitian Teori pun Sulit!)
Banyak yang berpendapat bahwa ilmuwan di negara kita yang bergerak di bidang teori fisika atau kimia dapat lebih mudah berkontribusi di komunitas internasional. Tentu saja pendapat ini sangat menyesatkan.
Banyak pula anggapan bahwa seorang teoritikus hanya membutuhkan selembar kertas dan sebatang pensil, sehingga biaya penelitian sangat murah. Anggapan ini sama gegabahnya dengan anggapan bahwa seorang petani hanya membutuhkan sebatang cangkul dan sebidang tanah untuk dapat menjadi pengekspor beras yang dapat bersaing di pasar internasional. Justru apa yang saya lihat adalah kebalikannya. Banyak sekali peneliti-peneliti eksperimental dapat berkarya di taraf internasional secara konsisten hingga mereka memasuki masa pensiun. Dua di antara mereka yang sangat mudah saya ingat adalah Prof. Muhammad Barmawi dan Prof. Tjia May On dari ITB Bandung. Lalu apa yang membuat penelitian bidang teori sulit dilakukan di negara kita. Jawabannya pernah dilontarkan oleh Prof. Tjia: you have to be unusual. Beliau sendiri aslinya adalah seorang fisikawan partikel teori, namun karena kondisi saat itu ia (bersama-sama dengan Prof. Barmawi) beralih ke eksperimen.
Dukungan infrastruktur juga masih lemah. Untuk tetap dapat survive di bidang ini seorang peneliti harus selalu berada dekat dengan komunitasnya. Komunikasi dengan internet memang membantu, namun tidak seefektif jika para peneliti dapat bertatap muka, duduk bersama-sama dengan koleganya dari mancanegara untuk mendiskusikan problem penelitiannya tanpa diganggu pekerjaan-pekerjaan lain.
Faktor lain yang memang alami adalah faktor publikasi. Mungkin karena membuat suatu teori jauh lebih cepat dibandingkan dengan melakukan eksperimen, konsekuensinya hanya sekitar 20% paper di bidang ini yang diterima untuk di publikasi di jurnal-jurnal internasional, sementara sisanya ditolak. Hal yang berbeda terjadi pada penelitian eksperimen, di mana hanya sekitar 20% paper eksperimen yang ditolak.
Kesemua problem di atas mungkin bukan apa-apa jika dibandingkan dengan problem kreativitas. Dibutuhkan kreativitas dalam menghasilkan ide untuk menghasilkan suatu penelitian.
Kurangnya Mentalitas yang Percaya Diri Dan Mandiri
Besar dana total yang kita keluarkan untuk riset, dan faktor-faktor lainnya mungkin tidak akan menemukan penyelesaian jika masalah sebenarnya dari suatu bangsa adalah mental. Pada kenyataannya, demikianlah bangsa kita.
Panjangnya masa penjajahan di negeri ini sesungguhnya menjadi faktor pemicu paling kuat dalam membentuk mental bangsa ini. Membentuk budaya bangsa ini. Masa 3,5 abad berada di bawah kaki Belanda telah menghancurkan harga diri bangsa yang begitu cemerlang di masa lalu. Borobudur dan Prambanan yang dahulu menjadi kebanggaan bangsa menjadi tidak berarti apa-apa oleh karena penderitaan panjang bangsa ini.
Ambisi dan Wawasan
Fisikawan Pakistan peraih hadiah Nobel almarhum Abdus Salam pernah mengatakan bahwa salah satu kelemahan ilmuwan di negara-negara berkembang adalah kurangnya ambisi untuk menguasai sains dan teknologi. Hal ini mungkin disebabkan oleh latar belakang budaya serta kurangnya wawasan sains dari para pemimpinnya.
Faktor lain yang juga kurang mendukung adalah minimnya wawasan sains dari para pemimpin republik ini. Tidak pernah terdengar gagasan cemerlang dari para pemimpin bahwa investasi di bidang ilmu dasar merupakan tabungan masa depan yang sangat berharga. Para pemimpin juga berpikir instan, untuk apa membiayai penelitian yang mengawang-awang dan tidak membumi namun membutuhkan biaya mahal. Ada pula anggapan bahwa penelitian ilmu dasar tidak mendukung pembangunan nasional karena saat ini tidak dibutuhkan rakyat dan penelitian ilmu dasar seharusnya digali dari tradisi dan kejayaan bangsa di masa lalu. Kesemuanya menunjukkan kurangnya wawasan sains dari para pemimpin republik ini.
Bukan Hanya Misi Sosial
Banyak orang beranggapan bahwa misi yang diemban oleh peneliti ilmu dasar adalah misi sosial, karena sifat ilmu dasar yang lebih ditujukan untuk menyibak rahasia alam atau menjelaskan mekanisme proses-proses yang berlangsung di alam. Banyak pula yang beranggapan bahwa penelitian ilmu dasar hanyalah untuk memuaskan dahaga keingintahuan para ilmuwan. Pendapat ini tentu saja tidak bisa disalahkan, karena memang kedua hal tersebut merupakan pemicu utama aktivitas penelitian di bidang ini.
Namun, manfaat penelitian tidak hanya berhenti di sana.
Penelitian ilmu dasar tidak pernah henti-hentinya mendorong manusia hingga ke batas kemampuannya. Di dalam penelitian fisika partikel, misalnya, dibutuhkan medan magnet dan listrik sekuat mungkin guna mendorong partikel untuk bergerak secepat mungkin sambil menjaga lintasannya seakurat mungkin. Untuk membuat medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan superkonduktor yang sangat stabil serta pendingin untuk temperatur sangat rendah. Teknologi yang ada kadang-kadang belum dapat mengakomodir keperluan ini. Namun, keterbatasan teknologi sering melahirkan inovasi-inovasi baru yang memiliki aplikasi luas meski tidak pernah diduga sebelumnya.
Dengan demikian dana yang ada dapat dipakai untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan dalam suatu Negara, baik ilmu pengetahuan maupun teknologi dan industri.
Dari pembahasan di atas jelas bahwa problem penelitian di Indonesia bukanlah hal sederhana. Solusinya pun tidak sederhana, karena banyak faktor yang “mendukung” problem tersebut, mulai dari si peneliti hingga system yang berlaku di republik ini. Meski demikian bukan berarti tidak ada jalan keluar dari permasalahan besar ini. Dari beberapa rekomendasi yang diajukan di atas terlihat bahwa peran serta pemerintah merupakan kunci keberhasilan kita untuk melewati tantangan ini.